Jumat, 09 Oktober 2009

POTENSI vs IMPOTENSI

Bisakah anda menjelaskan apa yang menjadi impian anda lima tahun yang akan datang? Bisa jadi anda menjawab, “Pokoknya bagaimana nantilah, yang penting kita lakukan saja apa yang ada di depan kita saat ini.” Bagaimana nanti atau nanti bagaimana? Terkadang perbedaan antara ‘bagaimana nanti dan nanti bagaimana’ terlalu tipis. Kalimat pertama menggambarkan, seolah-olah perencanaan hidup sukses tidak begitu penting disbanding pencapaian sukses itu sendiri. Sedangkan kalimat kedua erselip makna, merencanakan hidup sukses merupakan sebagian jalan yang harus ditempuh untuk mencapai kesuksesan hidup.

Setiap manusia memiliki potensi untuk sukses yang sama. Lantas mengapa ada orang yang berhasil dan ada yang gagal? Kegagalan seseorang jika dilihat dari kacamata positif berarti ia punya potensi, akan tetapi masih tersembunyi atau belum muncul ke permukaan (baca : impoten). Orang yang memiliki potensi yanpa disalurkan dan difungsikan secara optimal pada hakikatnya ia sudah menjadi impoten. Untuk itulah diperlukan perangsang agar yang bersangkutan dapat berpikir dan bertindak lebih powerful.

Alangkah indahnya kita hidup dan tinggal dalam suatu lingkungan dimana orang-orang disekitar kita berpikr positif, berjiwa besar penuh vitalitas. Rasanya selalu ada saja yang memberikan ‘stroom’ untuk bangkit disaat problematika, dilematika dan benturan kehidupan datang bertubi-tubi. Lalu, stimulasi macam apa yang dapat mengubah impotensi kita menjadi potensi sehingga ia mampu memompa semangat kita yang sedang 3 L (lesu, letih, lemah). Stimulasi itu adalah motivation intelligence yaitu kemauan dan keberanian serta konsistensi untuk membangunkan potensi kita yang sedang tidur.

Hal pertama yang perlu dilakukan ialah harus mau dan berani untuk menantang diri sendiri dan selalu siap menangkap tantangan yang ada di hadapan kita. Umumnya hambatan yang paling kuat dalam menghadapi tantangan adalah cap buruk terhadap diri sendiri yang merasa tidak selalu mampu melakukan hal-hal besar dan cenderung menjadi orang biasa-biasa saja. Selanjutnya menciptakan kompetisi utnuk membangkitkn potensi diri kita. Dalam diri kita selalu ada pertarungan 2 (dua) kubu yatu kubu idealisme dan kubu realism, kubu optimism dan kubu pesimisme atau kubu harapan dan kubu kekhawatiran. Kita tidak bisa melihat kibu itu sebagai lawan atau kawan atau mendikotomi keduanya, namun keduanya bersifat saling mengisi.

Seorang karyawan bisa saja menjadi penuh dedikasi ketika ia mendapat kabar akan dipensiunkan. Tentu saja sahabat yang budiman, saya tidak bermaksud mengatakan pada anda bahwa kita akan menjadi lebih baik lantaran menantikan kehadirn sebuah bencana lebih dulu, namun bagaimana kita berimajinasi seolah-olah bencana sudah ada di depan mata kita.

Dalam agama dikatakan, “Berbuatlah kalian untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama-lamanya. Dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari.” Manajemen ‘seolah-olah’ agaknya menjadi hal terakhir yang dapat membangkitkan impotensi kita.

SALAM MOTIVASI!!!


(taken from: a book of REAL BATTLE FOR SUCCESS, Reza M. Syarief)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak anda disini